Tatkala Khalifah demi khalifah datang pergi silih
berganti, disebut-sebutlah nama Umar bin Abdul Azir untuk menjadi penggantinya.
Lalu apa kata Umar ketika namanya digadang-gadang menjadi calon khalifah yang
baru. “Jangan sebut-sebut nama saya, katakan bahwa saya tidak menyukainya. Dan
jika tidak ada yang menyebut namanya, maka katakan, jangan mengingatkan nama
saya,” ujar Umar bin Abdul Aziz.
Suatu ketika dibuatlah rekayasa, berupa surat
wasiat, seolah-olah khalifah sebelumnya menetapkan Umar sebagai penggantinya.
Begitu diumumkan di depan publik, seluruh hadirin pun serentak menyatakan
persetujuannya. Tapi tidak dengan Umar. Ia justru terkejut, seperti mendengar
petir di siang bolong. Bukan hanya terkejut, Umar bin Abdul Aziz bahkan
mengucapkan: Inna lillahi wa Inna ilaihi raji’uun, dan bukannya Alhamdulillah
seperti kebanyakan para pejabat di negeri ini. Bagi Umar, tahta yang
disodorkan adalah musibah, bukan kenikmatan. Fatimah sangat terkejut ketika
mendengar berita bahwa telah diangkat khalifah baru, Umar bin Abdul Azis yang
tak lain adalah suaminya sendiri. Namun ia lebih terkejut ketika tahu kalau
Sang Raja baru dikabarkan menolak segala fasilitas istana.

Sungguh Fatimah heran dan tidak percaya mendengar berita tersebut karena ia sangat mengenal siapa suaminya. Sosok yang sangat identik dengan kemewahan hidup mengapa secara tiba-tiba ia hendak berpaling dari kemewahan, padahal tampuk kekuasaan kaum muslimin baru saja di anugerahkan kepadanya?